Gaul Tapi Smart Ternyata Menyenangkan

Menjadi istri dari seorang suami dengan hubungan relationships sangat luas, hal ini mempunyai kesan pesan tersendiri bagiku, penuh suka dan suka.
Dukanya adalah saat saya tidak bisa mendampingi bilamana suami hendak mengunjungi salah satu kerabatnya dari sekian banyak kerabatnya yang berada di seantero nusantara. Sukanya, kalau saya berkesempatan menemaninya mengunjungi kerabatnya yang jauh di negeri nusantara nan indah, saya bisa sekaligus melampiaskan hobby travellingku dan menikmati keindahan pemandangan lukisan Karya Masterpiece dari Yang Maha Esa selama perjalanan.

Sebagai seorang istri, tentunya adalah kewajiban bagiku untuk bisa menyenangkan hati suami, dan salah satunya adalah saya harus bisa menempatkan diri dan berkenalan dengan kerabat-kerabat dari keluarga besar suamiku dengan cara yang Gaul tapi Smart. Apalagi keluarga besar suamiku benar-benar suatu rumpun keluarga yang besar, terdiri dari beragam suku, yaitu Jawa, Toraja, Mandar, Bugis dan Makassar, dan tidak semuanya beragama Islam.

Seperti saat kami menghadiri ritual pesta adat pemakamam almarhumah Nyonya Cornelia Catarina Baso, istri Om Pasang, adik almarhumah ibu suamiku di Toraja – Sulawesi Selatan,  4 Agustus 2013 lalu. Pesta adat ini terkenal dengan nama pesta adat Rambu Solo’. Ini kedatanganku kedua di Toraja, yang berjarak sekitar 400an kilometer dari Kota Makassar, bisa ditempuh sekitar 6-7 jam perjalanan. Dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan ke Kota Makassar saya naik pesawat, baru melanjutkan perjalanan Ke Kabupaten Toraja. Cukup jauh, namun semua terbayarkan dengan pemandangan alam yang sungguh mempesona sepanjang perjalanan.

Kami beserta kakak-kakak suamiku dari Jakarta dan Makassar menginap di Toraja selama dua malam. Semalam di rumah om Nathan, di Lemo, malam ke dua kami nginap di lokasi pesta adat Rambu Solo. Kabarnya, yang bisa membuat pesta adat Rambu Solo ini hanyalah orang-orang Toraja yang masih keturunan dari bangsawan Toraja. Di sekeliling lokasi pesta, berdiri tiga lumbung padi khas bangunan adat Toraja, lalu ada bangunan dua lantai terbuat dari bambu yang disebut La’kian tempat jenazah disemayamkan. Kemudian ada bangunan yang seperti barak sambung menyambung berjumlah puluhan, terbuat dari bambu yang dibangun mengelilingi lokasi pesta. Bangunan ini disebut Lantang, dan di sinilah saya bersama rombongan menginap semalam bersama kerabat suamiku yang ada di Toraja, suasananya seperti foto di atas.

Ternyata orang Toraja itu sangat Smart dan Kreatif, bermodalkan bambu mereka bisa membuat konstruksi bangunan model apa saja yang dihiasi ukiran khas Toraja yang sangat indah. Suamiku memberitahukan bahwa konstruksi bambu bisa menjadi konstruksi yang paling kuat dan aman, bila dikerjakan dengan benar. Toraja daerah beriklim dingin, apalagi saat itu musim hujan. Malam hari tak cukup hanya membungkus badan dengan selimut, harus tidur beralaskan tikar, lengkap dengan jaket, kaos kaki, selimut membungkus dari ujung kaki hingga kepala, barulah terasa agak hangat. Semua lobang yang ada di ditutup oleh kain, yang akan disingkap pada saat siang hari. Tapi aneh juga ya, tak ada satu ekor-pun nyamuk yang saya temui ketika menginap di lantang itu.

Alhasil dengan bersikap Gaul tapi Smart Ternyata Menyenangkan, terbukti membuat saya bisa berkomunikasi dengan lancar dan lebih akrab lagi dengan keluarga suamiku saat berada di Toraja. Sayapun bisa menikmati keunikan budaya Toraja yang sudah terkenal hingga ke mancanegara, Alhamdulillah :-)

"Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel"